Postingan

tali langit

seutas tali menjuntai dari langit belingsat mata dan tangan mencari pangkal menatap-meraba setiap relung maya-nyata ternyata 'kau' adalah kenyakinan tak perlu mewujudkanmu mn231210

kuraih ruh-ku

waktu itu hanya ada dua cahaya saja mereka saling menyediakan tempat untuk berbagi pada pelataran berperdu dan tanah berumput dua cahaya itu satu berwarna putih dan satunya lagi tak berwarna namun mereka saling menolak bila salah satunya memanggil dengan sebutan warnanya mereka masing-masing lebih suka bila dipanggil ‘sayang’ warna itu adalah tangga perjalanan sebuah undak menuju stasi berikut pada cerukan dan gundukan nafas lagu langit malam pada sepenggal pujian semesta menyusupkan rahasia rasa ketika malam kian menghitam dan anak-anak angsa bersembunyi di ketiak ibunya ayat-ayat tak lagi bermakna paras tak lagi memberi arti emas permata bukan pembanding terang tak menyilaukan gelap tak membutakan lembut tak melenakan kasar tak memberi luka satu warna satu cahaya ruh-ku menetes menghablur 1001 nama dd, mn 27910

puisi sunyi

puisi sunyi rasalah, kata tak hendak menangkup rasa, mata mati cahaya, gelisah ombak merangkai ucap, matahari yang pura-pura pamit, meninggalkan garis terputus di cakrawala, sebentar berkedip pada riak telaga, datangmu serupa angin, membuka pintu malam labirin waktu mengendap-endap di balik detak, segumpal embun menggantungi jemari malam, sunyiku… dan cahaya pertama menyapa, dengan sedikit kerling nakal, selamat pagi, hiruk-pikuk ...... lalu kereta pun tertambat langkah, bangku tua pada stasiun senja, merentang jarak maya-MU, nama-MU sunyikan imajiku, wajah-MU matikan mapanku, sunyi-MU tahkluk-ku masihkah aku kekasih-MU!!!!! mdn, 16610

sketsa batas langit

sketsa batas langit adalah sebuah pelataran maha luas dengan hamparan hijau permadani segaris tanpa perdu berduri pun bunga neka warna hijau tempat sekotak kolam kecil berdiam dengan air selalu penuh rumah bagi seekor anak katak yang telah sempurna mensiasati hidup pada rentang waktu yang tak bisa lagi ia hitung pergantiannya ia berdiam ia bermain ia tidur di antara garis sejajar ketika ia berdiri ketika ia berbaring pun ketika ia bersujud adalah sebuah garis lengkung warna yang pagi itu menampakkan segala pikatnya di antara gemerlap titik kabut bermain cahaya surya lama ia berdiam satu kakinya tegas menghunjam sisi selatan sementara kaki yang lain menjauh dalam gradasi memutih lama ia berdiam seolah ada yang dia harap lebih dalam diamnya adalah si anak katak yang memandang garis itu dengan sekenanya ia tak paham apa terjadi baginya pagi ini hanya berbeda dari pagi kemarin dan pagi-pagi sebelumnya itu saja hingga hanya ia sendiri yang tahu ketika tiba-tiba ia berlari ke arah selatan se

rembulan paro dua itu bernama sepi

rembulan paro dua itu bernama sepi usai sudah prosesi merengkuh pekat nafasmu dan senja kian menggelincir sepasang mata merah redup memandang langit sore tanpa gemintang hanya angin mengulurkan tangan menyambut dekap lunglai penantian kata terakhir serupa janji ikrarkan jiwa pada lantunan baris puisi rembulan paro dua pun kian meninggi corona tak penuh melingkar pendar secangkir kopi dingin tak selesai sulamkan sebuah nama pada selembar angan aku tahu akan sulit lukiskan wajahmu pada purnama mendatang kerna sepi telah membawamu pulang asap dupa dan setangkai kamboja kuning masih di sini dd: mn 260909

rindu warna

rindu warna rembulan terduduk di ufuk hanya mengurai rambut emas yang sebentar lagi akan terbias oleh gemerlap bunga api, rembulan hanya terduduk di dermaga ini perahu singgahnya terakhir meninggalkan selembar catatan tentang esok yang penuh kunang-kunang ayam jantan termenung merah matanya tertahan, dipaksa tengadah lebih tinggi sebait puisi telah ia ikatkan di kaki dermaga, ayam jantan hanya terdiam janjinya diburu sebelum pagi selesai mandi cahaya emas ketika garis laut kembali menjauh dua tiang dermaga pada jarak ruang dan gerak memandang malam ketika langit berbicara tentang sublimasi hati dd: mn, 170909