Postingan

Menampilkan postingan dari 2008

kutunggu kau di jeda hari

kutunggu kau di jeda hari kutahu kerlingmu lebih dari permainan mata karena sinarmu pancarkan kuasa memberi kesempatan siang dan malam bercumbu pada mimpiku ruang hampa antariksa adalah tempat terindah pada titik nol gerak langkahmu adalah langkahmu diammu adalah diammu kugandeng tanganmu kita menari dalam hitungan angka kubimbing gerak kakimu mengikuti irama grafitasi yang kita cipta kuisi jiwa dahagamu dengan renungan pendahulu kemarilah anak-anakku bacalah setiap sejarah buka bajumu bila perlu kutahu kehadiranmu adalah pertanda dan aku minta legamkan kulit anak-anakku membungkus jiwa setegar baja memburu genetika perkasa pada binar matamu kemarilah anak-anakku duduk di samping ibu dan ayahmu memandang kerling bintang-gemintang di langit yang kami tahu esok akan kau daki dd : mn 1208

bilah rindu itu tiadamu

bilah rindu itu tiadamu sesap mungil mulut tak sempat bertandang gunung ranum memandu rindu mengalir dari kepundan asih rentang bulan membilang angka gugurkan rintik gerimis rasa kesempurnaan hidup terputus setahun lalu sebutir nafas menyelimut setitik keringat menyatu tumbuhlah tunas harap pada keikhlasan janji mengisi penuh ruang baca pada pelataran berpagar perdu sahaja lihatlah hari kami berawan mendung berbaris doa-doa kami membimbingmu perlahan melintas dunia kami yang tak sempat kau kenali lihatlah kami tuliskan rindu di bilah-bilah tiadamu menanda ananda di sini di hati kami dd: mn 1208

emansipasi dungu

emansipasi dungu siapa menuntut suara ribut-ribut selaras nyanyi perkutut membuahi martabat dari lubang kunci siapa ribut-ribut perempuan tanpa kutang disetubuhi di gedung dewan siapa sang pemimpin anak-anak memenuhi jalanan pulang tanpa hidangan di meja makan siapa menuntut quota dan kesempatan setara pulang kau tanya siapa kepala tumah-tangga? dd: madiun 1208

lintas bumi jumpa matahari

lintas bumi jumpa matahari tunggulah rembulan setelah jetleg-ku mereda bungah candaku milikmu jangan dulu redupkan sinarmu sebentar saja beri aku jeda dd: …1208

batu diam

batu diam ketika malam tak henti menggembala gemintang menunggangi bulan paro menggiring embun-embun agar segera menggumpal menjadi titik hujan: aku ada di garis diammu (kemudian hujan pun turun pagi hari dalam kesederhanaan bahasa) masihkah sapamu menghampiri halaman bukuku bila aku ada di antara air hujan yang membasahi jalanmu atau diammu membatu dd: mn 1208

doa malam lelaki penjaga makam

doa malam lelaki penjaga makam kau lihat aku lelah menjaga malam dan harus bersaksi atas sekian kepulangan aku rindu undanganmu dd: solo 1208

randu

randu gugur daun bunga menyapa bukan malam melarik cahaya hanya sebuah pemampatan rasa kepada langit yang tak pasti bila musim kemarau tiba bunga-bungamu hiasi hari mesti aku tahu pasti : bukan untukku randu pastikan kapas kau tebar di akhir musim agar pembaringan panjang menjadi tempat menyenangkan randu… tak akan pernah selesai membaca rindu dd : mn 1208

membunuhmu cara terbaik menyelamatkanmu

membunuhmu cara terbaik menyelamatkanmu pada sebuah ruang putih pada angin yang tak gerak pada waktu yang terhenti: maaf, bapak! harus ada pilihan, sebelum semuanya menjadi ruang kosong! pada sebuah buku pada sebuah lembar yang harus tanggal pada sebuah mimpi yang terjaga: aku memilih membunuhmu agar lembarmu tetap putih dan kelak membungkus jasad ibu pada detak yang diam pada jarak yang tak tercapai pada langkah yang terhenti: aku menghantarmu anakku sebelum teriak pertamamu dd: solo 1208

setelah kau pergi

setelah kau pergi baik, mari kita tunggu sang waktu yang selalu engkau banggakan pada bait-bait nafas kita sementara masih aku berdoa (dan mungkin ketika waktu mendapatkan jawabannya kita telah tak saling mengenal) dd: mn 1208

sebelum kau pergi

sebelum kau pergi tak ingin aku membelit kata aku hanya ingin mengungkap rasa agar kau paham tak akan aku sembunyi makna aku hanya ingin engkau dengar agar kau paham sebelum engkau bersolek dan pergi merenangi duniamu dd : mn 1208

ambang dimensi

ambang dimensi lilin-lilin mulai dinyalakan altar penuh sesaji setumpuk kayu dan seraut wajah di tengah lingkaran perlahan asap dupa meninggi pasti harumnya membuka pintu penyerahan : sebentar lagi prosesi akan dimulai jiwa itu hanya menunduk terdiam dalam gumam mantra rasa hatinya telah renangi tujuh samudera merangkai serpih sisa bayang jiwa itu hanya terdiam lelah berbalut wewangi dupa segores luka pada sebuah cawan cinta yang tak selesai tereguk ketika bunga-bunga mekar menebar benang sari jiwa itu terdiam suara-suara tak terdengar pada puncak stasi angannya tak mampu lagi menembus kulit jiwa itu hanya diam menunggu kelahiran kembali pada prosesi yang akan dimulai : sebuah pengapian kemudian nenar jiwa menatap benderang dan kekasihnya benar-benar pergi dd : mn 1208

urban

urban jalan terbius warna semu senja seorang perempuan menenteng sekaleng gamang di pinggangnya luka seukuran telapak menganga hadiah dari sang batu yang harus naik ke pinggir jalan masih berjalan ditopang semangat yang tinggal segenggam menanya setiap lalang tentang anak lelakinya yang pergi musim kemarin setelah menjual sepetak sawah dan dua ekor kambing ‘emak, aku berangkat subuh nanti!’ emak-anak pun terbuai mimpi masing-masing tolong, tuan aku hanya ingin pulang mesti hanya tinggal gubug tua dan tanah makam setubuh kaku dengan tattoo sepenuh badan menyambut dingin di dipan usang tiga lubang menggenang darah di dada perempuan itu tak lagi keluar air mata kaku tepat di tengah pintu anak semata tiada mulut-mulut itu terkunci dengan hati dan pikiran tak tentu menyiapkan dua lubang di samping sang pendahulu selesailah cerita dua generasi : pupus dd: mn 1208

ketika jiwa bergerak dan bebas menentukan pilihan di ruang tanpa beban

ketika jiwa bergerak dan bebas menentukan pilihan di ruang tanpa beban (10 menit bersama man Atek) terbanglah, berbaringlah di kehampaan pada gerak dan diam tak akan ada lagi beban menggelayut jadikan diri mutlak bedirilah, jejakkan kaki di bumi pada kesadaran dan intuisi sesungguhnya tak akan pernah terjawab maka diri bukan siapa kemana lagi hari akan kau gulir pencarian pada langit dan bumi padahal sejengkal saja jarak kau tempuh keajaiban-keajaiban akan menghidupi hatimu dan jiwamu bebas bergerak di ruang tanpa beban terbanglah, dan cukupkan jawaban : harus…… dd : mn 1108

lingkar waktu

lingkar waktu pita biru masih menggantung di tugu kota perempuan renta menggandeng malam mencari-cari tetes darah di pundaknya menggelayut mimpi si perawan (jalan tembus menyingkat jarak pada rentang keinginan) pulanglah, anakku mari bermain dengan tanah sawah dan kebun menemani ibu menunggu waktu menjaga makam bapak dd : madiun 1108

kubur waktu

kubur waktu secuil saja dari segumpal nafas cukup menghembus ruh bisu dari lelap kesadaran ke masyuk kebodohan slamat datang bergabunglah kalian di sini di antara bisik-bisik kusut ketika satu jiwa tak bisa mewakili semua apakah kau akan berlalu pula meninggalkan sosok menjaga kubur pada barisan kata-kata nisanmu lalu siapa esok pewaris tugasku? dd : mn 1108 sang penjaga makam

larung

larung (sore mengetuk pintu malam cemara masih mendesis pasir putih terdiam) sayang, sore ini aku akan hantar kau untuk terakhir kali setelah prosesi-prosesi kita lalui tak usahlah kau derai air mata seperti peluk yang tak akan ada lagi di antara kita lambai jiwa dan gumam doa cukuplah (malam membuka pintu sepenuh hati cemara masih berdesis pasir putih tetap terdiam) sayang, aku masih di sini menjaga setiap gerak sampai butir terakhir larungmu sirna (aku pun melangkah pulang menggandeng jiwamu dalam bait-bait puisi) dd : mn 1108

rajah zaman

rajah zaman mengalir seirama angin menghembus kabut pagi pada dinding kesadaran terencana kuhamparkan kehangatan melingkarmu bersama rayuan kata puja melambungmu di puncak desah jilatan lidah mandah pagi menggeliat hasrat tuntas-tandas sebotol anggur : satu anak bakal terlahir ke pemikiran akur mendengkur ikrar mencakar : romansa aklamasi berhenti di puncak ejakulasi sang primata berguru pada naluri berserah menerima luka diri : satu anak telah terlahir di pangkuan dd : dps 1108

memampatmu di rongga kosong

memampatmu di rongga kosong masih seperti kemarin penuh decak tak terjawab oleh diriku yang awam datang dan pergimu pun bukanlah rencana gelisah gerak dalam penantianmu tak kunjung jarum mengintai hadirmu seperti sebuah penyelesaian mesti kau tetaplah petaka : aku dan mereka duuuuuut ahhh.... leganya dd : madiun 1108

berhentilah, aku melamarmu

berhentilah, aku melamarmu berhentilah, tatap wajahmu di dalam cermin itu dan tanyakan padanya : sudah cukupkah kau bersolek dengan rasa atau kau hanya memoles gincu semata pada rias hati bukalah cadarmu, biarkan sejenak hangat pagi mencumbu merah pipi agar nampak rona itu ketika kata cinta merambati nadi dan kerling matamu menjadi potret abadi : bungahnya aku atau, kau pun akan menutup wajah dengan dua tangan ketika nafas hangatku sejengkal di keningmu berhentilah, jangan diamkan cermin itu karena rindunya nyala lilin dd : madiun 1108

merdeka (rasa)

merdeka (rasa) lampus pada sisa tonggak habis nalar terkikis gerimis mengiris lapis ari rasa pecah curah makna bisu jalan mata bungkam celoteh toleh hujan lebat tanpa cawat : merdeka..... dd : mn 1108

perempuan dengan tattoo naga

perempuan dengan tattoo naga mengapa hanya kau baringkan tubuh pada tumpukan kapas sementara jiwamu kau ijinkan mencengkeramku erat-erat : dalam rengkuh-lenguh-peluh setelah perjalanan membelah lautan karamkan pencarian pada karang hitam kembalimu adalah butir salju padamkan naga-api di lengan kiri sirnakan gincu dan maskara lalu kau nyalakan dupa di ujung jari dalam sahaja kain-kebaya menyelip kamboja kembalimu adalah warna dan kuku nagamu di punggungku dalam gemuruh pemaknaan : naga pun menggeliat dd : mn 1108 selamat datang kebali

dan hujan pun tak lagi hijau

dan hujan pun tak lagi hijau maka angin pun menghentikan langkahnya tak ada lagi sapa mengisi kekosongan gemuruh hujan menerlantarkan sepotong kertas pada rindu sepi perempuan itu merajut serpih kenang kusam menatahkan pada dinding sunyi sebuah penantian secarik mata sayu dan hati hijau terpisah kegamangan angan langit pun mendung dan ajakan hujan yang pura-pura melahirkan kebencian pada undakan yang tak sampai ujung dan perempuan hati hijau itu mengangkangi hari menantang hujan yang sungguh-sungguh bersekutu membunuh tatap sayu ketika pena tak lagi tuliskan sajak pada selembar kertas dd : madiun 1108

cinta, suatu ketika

cinta, suatu ketika kabut tipis mengambang di atas stupa pura memaksa pelangi menunduk lebih dalam seolah kau turun ahh............................ setelah sekian rentang waktu tatah kesetiaan masih saja kau pahat pada selip kamboja di ujung jari menangkup dan keyakinan itu memancar bening cemerlang jelas mengalir dari bulir beras kuning yang menempel di kening tepat diantara dua alis aku masih di sini, sayang menunggu waktu lahir dimana kita akan dipertemukan kembali sebelum keabadian mengikat kita pada taman lokasari : katamu selalu pada jumpa tapi, sayang kau tahu garis ini adalah jalan yang harus kita lalui kemana pun kita membawa hidup kesinilah kita akan dipertemukan dan tahukah kau rasa bangga itu menyiksaku lalu apa yang bisa aku lakukan karena dia pun bisa jadi adalah kelahiranmu kembali : hanya erat gengam dan hangat air di pipi menyatukan puncak kebersamaan perlahan kabut mulai mendaki hingga nampak garis-garis sinar menembus tubuhmu memendar kemudian ketika kepak sayap merp

megatruh edelweis

megatruh edelweis malam baru saja beringsut mengantarkan sepasang kaki menapak tanah mendaki mencari kesendirian yang mungkin masih berarti ketika rindu menyesak dada dan gelayut keterasingan menghimpit kekasih, dalam sepi pagi yang baru merekah ketika embun-embun menggantung di ujung daun bening kualunkan doa dengan segenggam edelweis di tangan tetang sebuah jalan berpagar bunga ada kali jernih dengan jembatan kecil di atasnya hingga ikan-ikan terlihat riang berenang serta sawah hijau yang luas dan randu-randu yang telah selesai merontokkan daun dengan bunga menggantung di tiap rantingnya dan burung kecil penghisap madu melonjat-lonjat mencari kuncup yang baru merekah kekasih, bila esuk pagi suaraku tak lagi membangunkanmu biarlah aku di sini dalam kesahajaan bunga abadi dengan kabut dan embun mengisi hari, bukankah ruang kosong itu tak cukup pantas untuk kau diami? terimalah segengam edelweis ini sebagai pengakuan: setidaknya aku pernah ada! dd : madiun Nop08 persembahan kepada merek

membunuh sepi di puncak bumi

membunuh sepi di puncak bumi dalam sendiri menipis oksigen di paru dan langkah yang kian ringan ada berat menggelayut di jiwa beban yang harus dipikul dan diselesaikan: sebuah kehilangan kosong mata hanya memadang di gelap ketinggian udara menipis dada menghimpit rasa perjalanan sendiri mendaki luka diri menyadari kehadiran pasir tanah terujung terjejak diam dan dingin sepi menunggu matahari dd : madiun Nop08

sayang, ini bukan cinta

sayang, ini bukan cinta pernah kita bersama menerangi malam dengan hati meredupkan hari dengan rasa hanya terdiam menunggu masa mengapa harus bersembunyi di balik remang bayang sementara berdamaikah nalar-nurani? ini bukan cinta, sayang! mengapa harus berpura? kau lihatlah, anak-anak angsa belajar renang di kubangan air sambil menajaga agar bulu-bulu putihnya tetap bersih mengapa harus berpura? ini bukan cinta, sayang! dd : madiun Okt08 pembelajaran cinta dan sang pencinta

selagi kalian belum pulang

selagi kalian belum pulang saudaraku, sebelum nanti kalian benar-benar tinggalkan aku di sini ingin kutitipkan pesan katakan aku masih mencintainya dan mengenangnya di segenap doa-doaku saudaraku, aku yakin kalian akan temukan dia entah di persimpangan atau di padang lapang katakan padanya maaf aku tak cukup menjaganya sebelum kalian harus menghuni rumah baru saudaraku, sebelum kau benar-benar berpeluk bumi ingin aku katakan padamu bahwa kita hanyalah manusia dan kau tetaplah saudaraku doaku pasti akan menaburi tempat tidurmu selamat jalan, saudaraku dor delosor dd : madiun, Okt08 boombali1 : the death warrant

pura kaki langit

pura kaki langit semua hening larut dalam gumaman mantra langit pun menundukkan wajah tangan kami menangkup mempersembahkan kembang kehidupan di mata bathin kami buah kesuburan menempel kami berdiri bersama kami bersila bersama mengumandangkan lagu-lagu lokasari jiwa-jiwa kami menyatu di gumpalan asap dupa meninggi...mendaki menyentuh ubun-ubun langit kami sujudkan cipta agar ladang-ladang kami kembali mengembang untuk kami berbagi dengan anak-cucu langit merendah di atas kepala cemara di sudut pura mengawal kala menjauhkan jiwa-jiwa bermantera dari goda padma rekah sepenuh kolam seekor kecebong merangkak menghirup dalam-dalam asap dupa membekal diri dengan aji sebelum kehidupan naik tahta demikianlah anak-cucu kami mewaris doa pada hyang widhi ketika kami harus pulang menunggu waktu lahir kembali dalam rerupa apa langit menempel di puncak menara pura kami bersatu dengan esok dan kemarin bersama anak-cucu dd : besakih Okt08

kamboja kuning di ujung jari

kamboja kuning di ujung jari (berdua, kalian segalanya, mesti pada dimensi berbeda) sore yang sama pada pelataran pura yang sama ingin menjumpamu dalam pejam mata setelah jarak tak terkejar dengan temali yang tak terputus menyatukan tiga warna dalam guman mantera kamboja kuning ini adalah pengharapan sesekali berkunjunglah sapa dia sejenak bersama sahajamu agar esok bangun dengan senyum pagi dan kamboja kuning terselip di telinganya dalam guman mantera dan pejam mata kubawakan kamboja kuning di ujung jari untukmu dan untuknya karena kamboja kuning ini adalah pengharapan dd : besakih Okt08

perahu patah tiang layar

perahu patah tiang layar di sinikah kau ajak aku berenang pada laut yang tak sekalipun kukenal yang aku rasakan seperti air ketuban di sinikah kau janjikan aku pelabuhan tempat bersandar waktu menunggu kala yang aku tersesat di balutan warna aku lelah, sayang mengikuti alunan ombakmu kau lihatlah bakung sehalaman merindu tanganmu dan pondok kecil itu adalah surga kita mari pulang, sayang dd : madiun Okt08

dia, luh, aku, dan mereka

dia, luh, aku, dan mereka tit tit tit boom malam indah membara tersentak gemuruh tercabik saudaraku, bukan aku tak menghargai semangatmu, bukan aku tak mengakui keyakinanmu, tapi lihatlah, anak kehilangan ibunya, perempuan kehilangan lelakinya, lelaki kehilangan buminya, serentak mereka terkapar dalam keping, tanpa sempat mengucapkan janji terakhir, tanpa sempat meninggalkan kata perpisahan, saudaraku, aku tahu tempat tertinggi yang kau tuju, aku paham hadiah terhormat yang kau buru, namun saksikan, bayi merah harus terpisah dari dada ibunya, sekeping hati harus kehilangan separuh jiwanya, seorang lelaki harus menjadi ibu... waktu pun bergulir, pada tempat terakhir kau tinggalkan dia, dalam dekapku, seorang anak bertanya, ayah, di sini ya tempatnya? (luh, kubawa warisanmu di sini, kenalilah!) dd : madiun, okt08

untitled

untitled (meredam rindu untuk luh) sungguh, aku tak sanggup lagi menahan beban ini luka diri bersama sejumput cinta yang kau wariskan berapa kali lagi aku harus menahan perih : ayah, apakah bunda damai di sana? apakah bunda benar-benar menunggu kita? ayah, mengapa isak selalu menjadi jawabanmu? sabarlah, nak karena dia memang ibumu dan kasihnya tak tergantikan tunggulah, nak kita pasti temukan jalan menjumpa ibumu (gandeng sajalah tangan ayah, kita seberangi bersama telaga ini di sanalah rumah ibumu) dd : madiun, sept08

surat terbuka untuk istri tercinta

surat terbuka untuk istri tercinta sayang, aku tulis surat ini saat kutatap kau dalam tidurmu kulihat betapa tak berdayanya dirimu maaf, aku tak cukup baik untukmu terima kasih untuk cintamu dd : madiun, sept08

surat terbuka untuk anak-anakku

surat terbuka untuk anak-anakku nak, seperti ibumu, betapa tak berdayanya kau dalam tidur mungkin aku tak akan cukup memberimu bekal jadi berjuanglah dd : madiun, sept08

sumpah

sumpah (just say no to drug) sungguh aku tak akan menulis lagi tentang kalian karena aku telah cukup dengan dirinya bukan kalian dd : madiun, sept08

sore secangkir kopi

sore secangkir kopi diminum kopinya oh ya, ini bapakku ini ibuku ini suamiku dan mereka anak-anakku ah, trimakasih Tuhan kopi ini benar-benar pahit dd : madiun, sept08

sketsa hitam-putih

sketsa hitam-putih sebuah pena tak lancip lagi tergeletak di atas selembar kertas tak berwarna tak selarik kata pun tergores kosong sang seniman bersandar kuyu di kursi usang hanya asap rokok mengepul terhembus membentuk kubah langit-langit pendar secangkir kopi pun telah tandas suntuk (aku tak sanggup mencoretkan penaku karena tulisanku adalah lakumu aku tak ingin menjumpaimu esok masih dalam tulisan hitam penaku) sejumput rasa terkoyak setitik tatap onak menancap ah, mengapa harus kamu mewujud dalam sketsa hitam-putihku (aku tak ingin mencoretkan penaku aku ingin kertas tetap bersih karena aku tahu hitam penaku hanya, tahukah kamu?) dd: madiun, agust08

sinting

sinting sinting katamu aku bukan umbar kata jangan kau bilang terserah bukankah kata-kataku mandah sinting katamu ini tentang rasa jangan lagi kau tanya karena semua telah kubuka andai kau pandai membaca sinting katamu aku telah bunting, sayang apa ini sinting dd :

seutas tali pada rentang rembulan-matahari

seutas tali pada rentang rembulan-matahari merapatlah dermaga lautan gelora rasa tambatkan temali jiwa tanpa prasangka meneteslah bening madu-madu sahaja jadikan sauh pengikat sukma pada prasasti bersama merenung di ujung masa pada utas kehendak nan slalu terbawa adakah masih langkah kemarin menyerta sementara pagi lahirkan warna yang tak lagi sama kemilaunya tak lagi pancarkan kuasa atau telah benar-benar tiada berdirimu di atas garis demikian pula aku pertemuan pada ujung hanyalah fatamorgana menyadarinya haruslah sepenuh garis alis adakah dendang pelangi masih kau lagu hingga prasasti menjadi bendera kita adalah seutas tali pada rentang rembulan-matahari tak penting siapa diri menjadi rembulan atau matahari kita hanya seutas tali dd : madiun, agust08

setelah penebusan

setelah penebusan seribu serapah tumpah meruah ruang kutahan selaksa dendam membuncah pecah kutahan sejumput luka menganga jelaga kutersedu kukembalikan kepada api kuleburkan gelora lautan kusujudkan ketakberdayaan tunggu esok setelah penebusan pedang dan belatiku terasah kubunuh kau dd : madiun, agust08

senggama langit

senggama langit diam, masih diam, perlahan meleleh, penuhkan rongga paru menurun, detak menurun, perlahan sejajar, satukan ketukan rasa jiwa buka kata: “aku kembali menjumpa ada, agar aku masih menjadi pemilik sejati, mesti langkah kian merenta, jangan tinggalkan aku pada putaran kesombongan” sang ruh berbisik: “aku masih di sini, tetap seperti kemarin, penjaga pintu bagi siapa tersadar, menyiapkan perawan-perawan pengetahuan, merapikan dipan altar persetubuhan sejati, memahatkan butir-butir kesadaran pada dinding hati, agar mereka selalu mawas” jiwa kian merapat sujud: “sesungguhnya, aku telah membuka seluruh aurat, membaringkan segenap jiwa pada tuntunmu, membiarkan tangan-tangan perawanmu membelai, menikmati jilatan lidah-lidahnya, sesungguhnya, tak ada lagi yang tertinggal, maka ajaklah aku ke bilik-bilikmu, agar bisa segera aku akhiri perjalanan ini” santun ruh menggandeng: “masuklah, tlah kusiapkan perawan tercantik untukmu, dengan dada membusung dan bibir meranum, tubuh montok a

selamat datang perawan

selamat datang perawan selamat datang perawan, tlah disiapkan bilik kecil untukmu, dengan hiasan bunga dan harum melati, masuk sajalah, untukmu pintu tak pernah terkunci, kelambu dan selimut sutera telah tersedia, warna ranum merah delima, masuk sajalah, cukup kau ketuk lembut saja, maka binar mata dan rekah senyum menyambutmu, selamat datang perawan, di taman surga. dd : sanur, Jul08

seks etalase

seks etalase berat udara merambat lambat satu-persatu kabut merapat padat menciptakan gugus putih pekat pada kelokan jalan menanjak sekelompok kupu-kupu bersolek sebentar sayap-sayap mengepak menebarkan indah merambah lengkap anak panah mengarah sasarkan rayuan mandah ruang kaca satu arah berbenderang neon-neon warna mengkilat tubuh-tubuh molek menggugah tergantung nama dan harga meliuk-menggeliat malam kian merambah menunggu sapa jiwa gulana sebuah pintu gerbang tertutup rapat hanya untuk anggota barisan kata siap mencegat jelas sekali mengarti tiap kata bukan kerabat bukan sahabat entah pesta apa lagi terjadi di dalam sana sesak menghimpit menilai hasrat perseteruan abadi dogma-syahwat sesaat mengkelebat rapal azimat memilah nikmat pun laknat menentu jalan selamat lelaki renta terbang memandang gamang lukisan malam mencoba mencari jawab mengawang pada lembar kelam mengurai sulaman hidup sesaat meredup kuncup menaruh harap perawan kecil terjaga tak lembar jalan menjelaga kala akhir h

satu kuplet

satu kuplet beradu mata dalam bisu percik kerlip bintang menggantung di langit-langit tatap sekejap seribu bahasa berkata kau, yang berikan lagu terindah masihkah esok kau di sini ketika aku datang dd : madiun, sept08 red cafe singer

sajak kampung telanjang

sajak kampung telanjang si ajeng berdiri di pinggir jalan, telanjang si rusli melintas jalan, telanjang si jorna, si yus, si dayat, si fitri, si kenary, si zera, si arra, si kiki dan masih banyak lagi si si si si yang lain telanjang mereka semua telanjang mereka telanjang tak nampak canggung di wajah-wajah mereka tak terlihat si fitri menutup dada dan pangkal pahanya tak ku lihat si jorna menggenggam selangkangannya yang lain pun biasa aku bertanya-tanya ada apa dengan mereka apa yang terjadi atau memang ini kampung telanjang aku berdiri di tugu perempatan kampung aku sendiri saja setelah semalam menyendiri di pojok kampung waktu itu pagi masih lumayan dini aku menari berputar-putar aku menelanjangi diri satu-satu ku lepas seluruh bajuku ku nyanyikan nyanyian telanjang ku teriakkan keras-keras nyanyianku ku tarikan tarian telanjang ku putari tugu perempatan kampung aku menari berputar-putar aku telajang aku bebas aku masih menyanyi aku masih menari aku masih telanjang sepasang, dua pas

Sajak Angsa II

Sajak Angsa II (angsaku hitam, kolamku putih, angsaku putih) malam mengalir tanpa angin membuka segenap auratnya menyiratkan hasrat syahwat pada lamunan sendiri (angsa-angsa, terbang melintasi telaga, antara perdu dan gumpalan kabut, tepiskan pelukan dingin semalam, yang menjebaknya pada mimpi-mimpi) bah ! di ketinggian ini : lebur jiwa, lebur raga, hablur pada gemuruh suara hati (angsa-angsa, ia menyumpahi kelelakiannya !) dd :

Sajak Angsa I

Sajak Angsa I (angsaku putih, kolamku keruh, angsaku tetap putih) kepak-kepak terbangan mendung selendang pelangi madah kelana sembilan aroma dupa antara benang kusut dan titian suci rahasia membuka baju, berjemur di bawah mahkamah hilang arah dan keraguan pada lautan terbatas cakrawala : nyanyian siang dan malam...! tangan-tangan terangkat mengatasi mata bocah kecil memanah rembulan gemuruh air mata awan yang terluka meratapi bumi ditinggal lelakinya anak-anak angsa berenang pada lautan cinta menikmati tetek membusung yang menyembul keluar dari kepundan-kepundan gunung robeklah sembilan cahaya mata dewa kala cemara dan tebu nyanyikan kematian seekor induk angsa terbang melintasi malam menuju rumah lelakinya : hakekat siang dan malam...! tanah basah meninggalkan tapak kaki kemarin air hujan menyisakan harapan untuk esok anak-anak angsa mengeringkan bulu-bulunya mandi pada warna bintang-gemintang ana-anak malam memasang sayap malaikat pada kedua lengannya terbang menggendong anak-anak

risk’s blues

risk’s blues memilah kebenaran di tengah kerumunan menggaris-garis retakan kanvas dua warna meluruskan perjalanan melewati waktu agar jelas semua tentang kehadiranmu langit yang telah mendung kautabur kilau biru mencoret-coret denting dawai bermata risau lukiskan dinding malam dengan bulan gemintang melentingkan kesima merupa candu rindu datanglah bersama angin menghembus bisikmu jakalau laguku mengalir tentangmu slalu bisikkan rayu mesra mendayu urai galau tetapkan langkah seiring memadukan makna datangmu bawakan secawan anggur usir terik siang dengan senyummu payungi langit dengan kerling mata segenap jiwa dekap kepastian jangan pernah lelah mencintaiku sadarkah hati mematri namamu merenda harap pada kerlip bintang senantiasa hembus dupa doa datanglah bersama angin menghembus bisikmu jakalau laguku mengalir tentangmu slalu bisikkan rayu mesra mendayu urai galau tetapkan langkah seiring memadukan makna dd : madiun, agust08

renungan sepanjang usus besar

renungan sepanjang usus besar maka : saya terima nikahnya dengan emas kawin sebuah buku kumpulan puisi sepanjang hidup saya bayar tunai dd : Sanur, Jul08

renungan

renungan (1) ketika alam menjadi penguasa dan semua harus bersahaja salahkah jika sang elang memangsa si pipit ketika hati kehilangan mata dan culas-curiga meraja salahkah jika nalar berkata tidak ketika kaidah kematian kata-kata dan human being tinggal wacana haruskah mata menjadi buta telinga menjadi tuli dan mulut menjadi bisu haruskah pengetahuan dikebiri ketika agama dan dogma tinggal ritual kemanakah akhir dari pelarian berhenti (apa) yang masih bisa dipercaya kalau hitam putih tak lagi berbeda (sunguh pengetahuan masih diperlukan agar rahasia-rahasia tetap terbuka dan terjaga) dd : madiun, sept08 renungan (2) ketika perbuatan harus ditimbang dan pertanggungjawaban harus diperhitungkan masihkah manusia menjadi makhluk yang berpikir ketika kalimat-kalimat bijak dibaca terbalik saat pemaafan dan pemanfaatan menjadi polemik masihkah nurani mendapatkan kesempatan menyampaikan kebenaran ketika ketulusan tak terbaca lagi dan untung-rugi menjadi berhala masihkah ada kesahajaan yang dipu

puisi si buta

puisi si buta berapa pun warna kau berikan puisiku tetap kelam menari-nari di ujung jemari merambat ke indera jiwa mencari visual tak tergambar puisiku tetap kelam dan kalian hanyalah suara-suara mesti hatiku ladang semesta dd : madiun, agust08

puisi si bisu

puisi si bisu puisi ini hanya suara hati aku tak akan mengatakan apapun pada kalian puisi ini tidak untuk didengarkan cukup kalian baca dalam hati kemudian tanyakan pada diri kalian apakah hati kalian cukup bisu dd : madiun, agust08

PSK (parodi seks kilat)

PSK (parodi seks kilat) (lamat-lamat ingat guyonan teman) bang, bonus dong kan mumpung lebaran enak aja si suti aja yang sempitan gak minta bonus kamu yang lebaran, bau lagi, minta bonus huh dd : madiun, sept08

pre harmoni

pre harmoni randu-randu merundukkan pucuk di puncak musim kering ketika udara dingin menancapkan jejak di tanah berdebu sepasang kaki mungil membangunkan pagi sebelum mentari mengusir embun seekor manyar membuka pintu suara sebelum gumpal embun pertama menetes dari ujung keladi malam tadi sepasang kaki itu menemukan matanya di sebuah pelataran jiwa tanpa pagar hanya dikelilingi bakung dan leduri sepasang mata itu memerah lelah membaca tulisan-tulisan di dinding hati abjad-abjad begitu susah dieja dan kalimat-kalimat teramat susah dibaca mata pun menutupkan pelupuk memilah warna dari tangkainya agar jelas pemaknaan tiap untai syair sebelum hari tinggi sebelum kenyataan harus diperbuat sebuah harmoni dd : madiun, sept08

picek

picek picek matamu maka kau rugi tak bisa membeda rupa picek mata-hatimu sungguh kau rugi tak bisa bedakan rasa picek mata-kakimu maka kaulah si paling rugi harus terjatuh di tempat yang sama dd : mn, agst08

perempuan paro bulan

perempuan paro bulan kau yang hadir bersama bayang malam membungkukkan pelangi ketika gerimis dalam hitungan yang tak pasti merdup dalam sinar matahari sirna sesaat kala senja sayap-sayap malaikat kau pasang di tanganmu kaurentang memenuhi pelataran semesta kautaburkan butir-butir keringat dari sela-sela jari kausetubuhi malam dengan gelimang mutiara kauselimuti luka dengan belai nafasmu lelaki terkapar di pinggir keruh kolam mengintip tubuh membangkai mengendap-endap jiwa mencari jalan pulang selepas dahaga kau yang hadir bersama malam menguap bersama sinar matahari tak satupun catatan pernah kaubuat semua langit berwarna sama bagimu terik dan hujan pun tak berarti hanya buah hati si permata muara aliran nadi dan nafas sebelum berhenti malam ini aku membawakan sehelai kain untukmu pakailah dan beriaslah sewajarnya gandenglah tanganku erat kan kuajak kau ke pesta sebelum kutinggal kau sendirian bersama malam dd : madiun, agust08

perempuan lidah ular

perempuan lidah ular rakus kaulumat bibirku penuh nafsu kaukulum kemaluanku namun belum kaucium tanganku lelakimu dd : madiun, agust08

perawan kolong langit

perawan kolong langit berjingkat sepatu hak jinjit tank-top wuiii menyuguh gairah blue-jeans siluetkan kebebasan melintas dari dengung ke dengung degup ke degup malam ke malam masihkah kau simpan pesan ibu? dd : madiun, sept08

Separuh Malam Sebelum Panen

Separuh Malam Sebelum Panen (Panen : Episode I) “Hallo ! Selamat sore !” “Hai ! Aku sudah nyampai nih ! Dimana kamu ?” “Hai-hai, kau lihat !” “Yup !” Begitulah, sore itu dia memang datang. Sejenak aku hampir tak percaya. Bukan karena kehadirannya, namun karena sosok yang saat ini ada di hadapanku dan tengah kujabat erat tangannya. Benar-benar berbeda. Blue-jean, t-shirt putih, jaket sport biru, dan scarf merah bata menggantung di leher. Sepatu kanvasnya pun putih. Kalau bukan karena wajah dan rambutnya yang selama ini terlanjur aku akrabi, aku tak yakin ia memang gadis yang aku tunggu kedatangannya. Benar-benar 360 derajat. “Capek ya ! Terima kasih ya, kamu benar-benar datang!” Tanpa memberi kesempatan dia untuk menjawab ataupun menerangkan, aku gandeng dia dengan tangan kiriku menuju tempat parkir. Sementara tangan kananku menarik kopornya yang lumayan besar. “Nih, pakai helm kamu!” Ia pun menerima dan memakai helm yang memang telah aku persiapkan dan aku bawa dari rumah. Kunaiki mot

pamit (2)

pamit (2) maaf, aku harus benar-benar pergi keberadaanku tak lagi diinginkan selamat berjuang, kawan dd : madiun, sept08

pamit

pamit sejenakku berkebun di lembar pekaranganmu menghabiskan sisa waktu berteduh di rindang aromamu memunguti buah-buah yang terjatuh dari nampanmu menumpahkan segenap rindu pada kepundanmu mengecap madu menetes dari puting-putingmu melena mesra menggelayut lenganmu maaf merampas waktu sejenakmu menghirup seteguk nafasmu mencoret-coret dinding kamarmu mengunyah hidangan sajianmu meninggalkan secuil jiwa pada rantingmu menemani para pencari dan pencinta sampai lingkar zaman kembali pada titik pertemuan maaf dd : madiun, agst08

pagi sepiring nasi goreng istimewa

pagi sepiring nasi goreng istimewa hari telah tinggi saat aku membawamu ke lembah yang aku janjikan sebuah tempat dengan air dan batu surga berpelataran rumput dan perdu beludru jalan-jalan datar lembut oleh pasir-pasir putih kita akan habiskan malam di sini malam baru saja membuka gerbang gemintang telah jatuh di embun-embun kerlap-kerlip ditiup sepoi angin mengundang dingin dalam pesta tarian jiwa seekor kumbang terbang mengitari perapian sekuncup melati menunggu di tengah hamparan sutra seribu kunang-kunang mengepak-kepak sayap merambatkan irama mengiring tarian jiwa menerang remang memerah seekor kumbang di perapian sekuncup melati di tengah hamparan sutra hangatkan malam dengan secawan anggur tuntaskan malam dengan tarian jiwa malam pun memerah pagi ini ku tagih janjimu hidangkan sepiring nasi goreng istimewa dd : madiun, agust08

padma agni

padma agni pernah kita sama-sama arungi malam mendaki puncak langit tujuh cahaya untuk temukan padanan rasa pada sebuah kolam dengan teratai dan pancuran kecil sebentar ciptakan pemahaman air pun tenang pancuran berhenti menebalkan catatan prasasti agar masih terbaca ketika pagi harus datang pernah kita sama-sama tuntaskan malam kaulihatkah kolam ini kerontang hanya debu dan tanah terluka tertinggal tak ada lagi rumput menyunting embun-embun tak ada lagi kabut putih mengambang di atas perdu jejakmu masih terbaca di fatamorgana menebar duri pada jalan setapak tanah tempat berpijak terluka datang dan bawakan saja sebejana air agar semua segera kembali tak usah tembang dan janji-janji bawakan saja padma agni dengan kelopak menyala dan tangkai membara kolam ini kerontang tak ada lagi siapa dd : denpasar, agust08

pada ujung satu malam

pada ujung satu malam ruh oh ruh lelaku panjangmu membentur ubun-ubun langit membenamkanmu pada perselingkuhan perwujudan sekilas hitam lalu abu-abu hingga luka mengalirkan waktu tundukmu menemui sang pencari jati membawa paro malam ke dalam pusaran belukar meninggalkanmu dalam gigil tanya terbang mengawang meninggi belingsat pencarian satu-satu tatahan luka rontok meluncur deras tak tentu bunyikan kecipak pada air menggenang meriak merambat sirna perlahan gumpalan darah mengental mengisi pori-pori waktu mewujud seliweran wajah berebut pengakuan lalu sunyi kembali diam berhenti pada poros masing-masing ruh berdiri mengitari setiap paparan delik membaca setiap guratan laku tak satu pun memberi arah ruh berhenti diam pada putaran poros dan sunyi kembali angin beku terjatuh dari ketiak malam membawa dingin ke dalam gigil luka ufuk merah menggendong sang perkasa gelap masih terlalu gelap untuk bisa menjawab meskipun waktu telah berada pada ujung malam hanya luka yang kian menganga sang pen

NOL, sebuah jalan pulang

NOL, sebuah jalan pulang coba saja kau buka lembar terakhir dari buku catatanmu pasti akan ada peta perjalananmu untuk kembali pulang : hanya bila kau pandai membaca dd : madiun, sept08

NOL, garis batas vertikal

NOL, garis batas vertikal Engkaukah ? kabut yang turun itu, sebab di sini tubuhku menggigil, menahan bara hati membakar urat-sendi. Engkaukah ? angin yang menyisir daun cemara itu, sebab kedua tanganku tegang berkeringat, menggenggam hasrat melumuri jiwa dan bathin. Engkaukah ? riak-riak di bibir telaga itu, sebab sepasang kakiku gemetar kini, menopang semangat yang terlanjur membatu. Engkaukah ? gunung hijau itu, sebab aku kini tengah menyetubuhinya, dan aku dapatkan damai di diamnya. Engkaukah ? gelap malam yang membuka pintu itu, sebab aku lelap di peluknya, jiwaku karam di dada yang menyediakan bacaan sekian rahasia. Engkaukah ? yang kini ada di hadapanku, lebur pencarianku, pada diamku. dd : madiun, Jul08 (dalam kesahajaan sejauh-jauh pencarian sedalam-dalam pemahaman tersudut jua di ambang-batas sebuah ke-nisbi-an)

mangkir parkir pikir

mangkir parkir pikir bila saja sang hanoman tak tergoda liur tri jotho mungkin belantara ini masih utuh bila saja sukesi tak mengusik wisrowo bisa jadi wanara rupa masih memiliki mayapada meski terseok pada polah pradah diri setidaknya masih menjadi diri berkiblat kitab ajar sejajar nalar tak mengurang nilai adab salah-benar terbawa lahir mengalir lendir puntir sindir ukir watak tatah sifat semampir pinggir sebentar berkibar lalu pudar tak getar buritan menuju hulu sang pikir berputar menyusun kalimat-kalimat padanan menjabarkan angka-angka dalam bejana angan merumuskan arah langkah jurus kemenangan tujuan termaksud pada lembar kehidupan sang pikir jumpalitan kafir...zikir mangkir...sopir takir...pecah pinggir pikir ...langsir bila saja.... pikir masih menjadi diri... dd : madiun, agust08

malam penjemputan lelaki penjaga makam

malam penjemputan lelaki penjaga makam malam berjalan perlahan mengitari tiap persinggahan dengan pasti beringsut tenang tiba-tiba angin berhenti sang penjemput berdiri di depan pintu hanya satu gerak tersisa ah...aku pulang anak-anakku ke rumah yang selama ini setia aku jaga tak perlu kau hantar jalan ini telah bertahun kuhafal dd: madiun, sept08

luh, sebuah prologue

luh, sebuah prologue aku lelah, harus selalu menggeluti bayang tentangmu, karena sebutir abu itukah adamu mencandu, meski tahun-tahun telah jauh membawamu sore itu, diam tak ada lagi waktu, ruang, dan gerak semua berhenti pada satu perhentian yang sama sore itu, pulas sepotong rusukku terbujur tanpa daya sementara matra dan puji-pujian deras mengalir menyisakan sungging di balutan putih kuning : luh, ijinkan aku sekali lagi memelukmu sekali saja ijinkan aku merasakan dingin yang kau rasakan seperti kehangatan yang selama ini selalu kau berikan bukankah kita sepasang kekasih bukankah kita masih kekasih sepotong rusukku, layon ini mengapa ... mengapa hanya diam luh, aku takut bila malam segera berlalu di mana pagi akan menyeret aku menenggelamkan aku di antara kerumunan doa-doa memaksa langkahku yang tak lagi tegak untuk mengantarmu aku takut, luh palebon ini pasti akan membawamu menjauh melintas tapal tak berbatas memasuki ruang tak berpenghalang memutar waktu yang tak lagi berdetak aku

luh, perjamuan imajiner

luh, perjamuan imajiner (jagad dewa, jagad jalma luruh menyatu di pura dan candi dengan tri-warna yang sama tafakur sang jati samadhi yoga padmasana memangku teratai lantunkan ritual doa merengkuhmu dalam prosesi) sayang, bila sore nanti hujan tak jadi turun dan kabut menghalang jalan maka aku telah jauh di atas awan meninggalkanmu pada buritan takdir dan mewarisimu segurat luka luh, kita di sini pada putar balik waktu persis kala berangkat dengan baju yang sama tapi hanya kita karena ini meja kita ingin kauceritakan padaku tentang penemuan-penemuan ingin kuceritakan padamu tentang pencarian-pencarian mari sesekali kita menyantap hidangan biarkan bincang melarut rindu memantul nyala lilin cumbu setelah sekian lama menunggu sayang, kautahu setelah ini tidak akan pernah ada lagi karena lilinku hanya sebatang dan aku tak akan pernah kembali kaulah yang harus datang aku akan selalu menunggu sementara kau habiskan waktu mesti aku pun ingin berlama menghiburmu luh, biarlah malam tak jadi dat

luh, cinta surga

luh, cinta surga (trilogi : kosong) jangan pernah datang lagi untuk menyapaku karena sesungguhnya telah kutempatkan kau pada ruang paling sempit di pelataranku dan tak ada lagi yang akan menghuninya kubiarkan ruang itu kering, karena sesungguhnya engkaulah mata air, kubiarkan ruang itu kosong, karena sesungguhnya engkaulah pemberi warna, kubiarkan ruang itu apa adanya, karena sesungguhnya begitulah dirimu jangan pernah datang lagi untuk menyapaku aku tak ingin harus mengantarmu untuk kedua kali aku tak ingin harus mengubah adamu maka tunggulah saja aku biar aku yang datang dd : Jun08

luh, cinta sadar

luh, cinta sadar (trilogi : abadi) jangan pernah menoleh ke belakang, buka saja catatan jangan pernah tengadah, pandang saja genangan air jangan pernah mencari, pejamkan saja mata karena di sanalah aku selalu ada dalam kesederhanaan dan kesahajaan dalam keabadian : katamu luh, namamu abadi memang memenuhi delapan penjuru angin mengisi palung dan teluk : setelah api membawamu kembali luh, ruhmu aku tahu, masih saja di sini mesti catatanku bukan lagi tentangmu karena aku yakin keabadianmu : bisikku luh, kaukah yang akan membukakan pintu : bila waktu tlah cukup bagiku dd : Jun08

luh, cinta mati

luh, cinta mati (trilogi : selesai) selamat pagi tadi malam aku dengar tadah asih menyanyikan tembang megatruh benarkah ? mengapa semua nampak teduh di sini sudahlah, luh aku saja dd : Jun08 selamat pagi tadi malam aku dengar tadah asih menyanyikan tembang megatruh benarkah ? mengapa semua nampak teduh di sini sudahlah, luh aku saja dd : Jun08

luh, cinta ini bersamamu

luh, cinta ini bersamamu bulan perlahan tengadahkan wajah melewati genangan air pingir jalan lelaki renta merenda malam meronce kembang-kembang hati separuh jiwa yang bertahun mengisi hidup kembali menarik-narik kenangnya wajah yang memenuhi sepenuh perjalanan tak terganti tak terusik terisak langkah menepi sunyi menahan sayat leluka diri jiwa itu lilin penerang sepanjang jalan memantul di genangan air lelaki renta menahan degup menahan cinta membunuh amarah cintanya mati bersama lebur raga tercinta sendiri dd : madiun, sept08

lelaki dan pelacur

lelaki dan pelacur malam merentang jauh meninggalkan sunyi lelaki masih teronggok di sudut jalan sesekali berdiri memandang ujung kelokan seraut wajah masih diakrabinya perempuan dicinta berdiri di depan cermin memantas diri pada sebuah etalase 24 jam menunggu pembeli mereka saling berbagi saling melengkapi dalam lingkar tak wajar dd : madiun, sept08 ... sungguh jangan pahami, atau kau akan menangis (perawan?) ...

lekuk biru belah dada

lekuk biru belah dada ibu, maaf aku meninggalkanmu pada deretan waktu yang berjajar sepanjang jalanku menerlantarkan sebutanmu pada sombong kedewasaan setelah waktu menyeret langkahmu menyusur uzur setia kau arungi hari-hari selalu kau buka pintu kepulanganku satu-satu nafasku ingin tengkurap di belah dadamu usap rambut ubun-ubunku ibu, maaf aku dd : madiun, agust08

kucing mengeong

kucing mengeong 2 tentang kucing 1 mengeong minta disayang 2 mengeong-ngeong waktu kawin 1 kucing mengeong minta disayang 2 kucing mengeong-ngeong minta dikawin 1 pejantan mengeong 2 betina mengeong-ngeong ngeong...ngeong...ngeong jantan-betina berguling-guling naik perahu tanpa cadik terguling di pinggir malam gamang ngeong...ngeong...ngeong kucing mengeong malam melompong dd : madiun, agust08

kusucikan, kau kukawin

kusucikan, kau kukawin sinom pari jotho melantun syahdu membiru percikkan doa harap segenap kerabat sumringah duduk di bangku asa alirkan tirta tujuh sumber kehidupan meresap dari ubun-ubun turun meluruh hati dan seluruh tubuh merata lumur jiwa niatkan diri duh, gusti kang murbeng dumadi ingsun sesuci lahir tungkuling bathin mugi berkah ingsun gesang bebrayan nentepi wajib kang ginaris ngantos sirnaning yuswa keparengno ingsun, gusti sungai kecil alirkan hangat air haru biru prosesi pembukaan pintu gerbang pasang mata pasang hati menyentuh berangkatlah dengan berkah perawan kecil ngabekti pada sang guru laki duh, gusti kang akaryo lelaku jalmo kawulo amung lampahi titah mungguhing gesang jangkep sedoyo saking paring panjenengan lilah kang pinesthi, gusti sore ini, aku nikahi kau perawan kecilku dd : denpasar, agust08

kesaksian nalar dan nurani

kesaksian nalar dan nurani seperti semula sejak peradaban tercatat selalu saja sejarah diwarnai perdebatan muatan dan kepentingan dengan ujung hasrat manusia sejarah manusia topeng-topeng cadar dan tirai pemenuhan kebutuhan terkadang menelikung dan tak jarang rela menjilat ludah sendiri dalam hitungan kejap mata nurani terlibas nalar pembenaran ho ho ho satu lagi sejarah tercatat dalam peradaban manusia atas nama manusia catatan-catatan panutan masih tertata rapi di pucuk-pucuk talas kalis air dan debu merindu suara kecil lantunkan makna bekal nurani jalani luka diri pada tanda-tanda yang sudah disirat akhirnya memang tinggal remah-remah kecil dan berakhir lalu mengapa nalar masih saja enggan bersaksi pembodohan pada ujung seteguk nikmat ho ho ho tercatat lagi peradaban manusia adab lelah mensiasati malam ini hanya ingin tidur nyenyak agar besok bisa bangun lebih dini hingga pedang dan sangkur terasah sempat pula bacakan doa sebelum kembali pada peperangan sebelum pedang terkibas sebel

kelahiran

kelahiran kulitnya hitam legam wajahnya mengkilat bercahaya tangannya lembut menyapa bibirnya hangat mengucap ia lahir dari sorga ia bersetubuh dengan alam lahirlah anak-anak malam memuja namanya syahwatnya serong ke kanan menunjuk arah matahari kerna ia tahu di sanalah gua ibunya menanti menunggu mulut kecil sang bayi rakus menetek menghisap puting menggunung lahirlah aku ! dd :

kau jual aku beli, aku membeli kau menjual

kau jual aku beli, aku membeli kau menjual jangan tanya padaku tentang bagaimana aku datang dan bagaimana nanti aku pergi karena datang dan pergiku adalah sepembawa mata-kaki tanpa kepala dan dada sekilas lalu pada tikungan pikir melabuh di ceruk kelam berhenti di pusaran nista mereguk semangkuk nanah pada selembar jalan yang tergaris seumur adab aku tahu kau kata kau pun tapi siapa mengajari kita lalu kenapa kita di sini kau tawari aku secawan anggur ku teguk ku selami dasar cawan tandas tuntas melenguh auhhhh ku hadiahi kau segenggam nasi kau lipat rapi di pundi-pundi selesai hari ini siapa mengajari aku malam ini aku di sini kembali menemui kau masih ku bawa segenggam nasi masih kau sediakan secawan anggur masih kita menyelesaikan peradaban siapa mengajari kita jangan salahkan aku kenapa aku membeli karana aku pun tak salahkan kau bila kau menjual jangan tanyakan bagaimana aku datang sebab aku pun tak tahu bagaimana kau pulang aku hanya membeli dan mungkin kau hanya menjual ahhh sud

kait angin jendela hati

kait angin jendela hati pagi beranjak mendaki hari beringsut perlahan pindahkan bayang semilir angin hembuskan hangat usir gelayut dingin semalam setelah pencarian dan pencarian pahatkan asa di dinding kamar pada bingkai kesadaran sengaja kupasang kait angin di jendela ini agar udara selalu berganti dari waktu ke waktu hingga kau kerasan menghuni dan kesegaran selalu merambati sepenuh ruang menjalani langkah menanti satu harap kau tutup jendela bila ambang malam menjelang saat kau pulang sebelum makan malam madiun, agust08 {tulisan ini pun sebenarnya untuk seorang teman, namun spt yang lain, harus hadir di sini]

jarak

jarak jauh aku datang bukan untuk menikahimu namun untuk menyatukan jarak yang membentang agar ranting-ranting bisa saling menyapa dan bunga-bunga menjadi putik buah dan kecambah merambah dd : madiun, sept08

jalan tikus

jalan tikus tuhan adalah mata bagaimana kalau mata buta apakah tuhan masih bisa melihat tuhan tidak melihat yang melihat adalah mata tuhan tidak akan melihat karena yang melihat adalah mata : Tuhan menyembunyikan penglihatan-Nya ! tuhan adalah mulut bagaimana kalau mulut bisu apakah tuhan masih bisa berkata tuhan tidak berkata yang berkata adalah mulut tuhan tidak akan berkata karena yang berkata adalah mulut : Tuhan menyembunyikan suara-Nya ! tuhan adalah hati bagaimana kalau hati tak berperasa apakah tuhan masih bisa memberikan kasih tuhan tidak merasa yang merasa adalah hati tuhan tidak akan merasakan karena yang merasakan adalah hati: Tuhan telah menuliskan kasih-Nya! tuhan adalah jiwa bagaimana kalau jiwa selalu kelam apakah tuhan masih bisa memberi pencerahan tuhan tidak mengenal cahaya karena jiwa yang senantiasa menanti cahaya: Tuhan telah memberikan cahaya-Nya pada tiap jiwa! aku bukanlah mata, mulut, hati, ataupun jiwa karena aku adalah yang punya carita kalian ? dd : denpasa

inginku

inginku maka, ijinkan aku mewarnai dunia ini kembali, mesti tulisanku hanya akan menjadi epitaph, di nisanku kelak pelataran ini, adalah duniaku yang kemarin hilang, dan sepertinya aku betah di dalamnya, maka, aku akan bercocok tanam, dan mengolah cikal-cikal rasa, agar menjadi buah dan sayur, untuk menyegarkan jiwa-jiwa dahaga aku akan menyediakan saung-saung, agar jiwa-jiwa pesinggah kerasan merenung, hingga mereka mendapatkan semangat kembali, tuk mengarungi lautan nalar aku akan mewariskan kepada anak-anak, sebuah cerita sederhana, tentang sebidang tanah dan cara berkebun, agar kelak mereka tak kelaparan dan kehausan, agar mereka bisa mengolah raga bagi tumbuh jiwa, agar mereka bisa menghargai kesahajaan agar nisanku, menjadi pahatan-pahatan yang layak dikenang, ijinkan aku... dd : madiun, sept08

ingin yang tanpa

ingin yang tanpa aku ingin mengasihimu tanpa harus mencintaimu aku ingin menyetubuhimu tanpa harus menjamahmu aku ingin menguasaimu tanpa harus membelenggumu aku ingin memilikimu tanpa harus mengurungmu aku ingin kau merdeka aku ingin kau terbang mengangkasa aku ingin kau membuat sejarah tanpa aku tanpa namaku tanpa jiwaku maka bukalah pelataranmu lebar-lebar maka asahlah nalarmu tajam-tajam maka terbanglah kau maka merdekalah kau maka buatlah sejarah aku ingin menjagamu tanpa harus mengganggumu aku ingin membimbingmu tanpa harus menggandengmu aku ingin mengajarimu tanpa harus mengguruimu karena kau anak panahku sekali kau ku lepas tak akan lagi kau kembali pada induk busurmu maka kasihilah aku tanpa harus mencintaiku maka sayangilah aku tanpa harus mengasihaniku maka bacalah catatanku tanpa harus kau salin ke halamanmu aku ingin menjadikanmu adanya kamu aku ingin tanpa ada bayangku di langkahmu aku ingin kau merdeka aku ingin kau terbang mengangkasa dan memelihara makamku dd : madiun,

helai kertas segi empat

helai kertas segi empat pelacur dan sehelai kertas (episode 1) langkahmu adalah kertas sketsa jelaga atas kesadaran kemana akan kau kirim aku lipat rapi kertas itu menunggu pulang dd : madiun, sept08 hidung belang dan sehelai kertas (episode 2) perjalananmu atas kertas kusam tak terbaca tersudut pemahaman kepada siapa kau bagi sampai waktumu tiba dd : madiun, sept08 helai kertas dan lelaki senja (episode 3) tetaplah pada warnamu menemani sisa perjalanan sebentar lagi juga akan tercatat kosong dd : madiun, sept08 pelacur dan lelaki senja (episode 4) helai tercampak pucat pada jalan pulang detak jam dinding menjadi pertanda waktu masih ada jalan kembali terjaga dd : madiun, sept08

hati atas kertas

hati atas kertas maka, jangan anggap tak ada lagi keperdulian, bila langit yang kutatap menghitam, sebab langkah terarah meruncing, padamu sore menuju, menjemput malam kau bawa, membacakan catatan pertanyaan tak terjawab, sebelum benar-benar diam, dan kertas tak lagi bersih. dd : madiun, sept08

selamat ulang tahun

selamat ulang tahun selamat ulang tahun, sayang semoga surga di hidupmu banyak yang akan aku ceritakan padamu tunggu saja aku catatan itu masih aku pelihara aku besarkan dan aku jadikan kemudi serta sauh hidupku selamat ulang tahun, sayang tak akan lama lagi kita bertemu tunggu saja aku dd : madiun, sept08 [11 Sep 2008 : mestinya, aku masih bisa memelukmu mencium keningmu]

hanya kertas

hanya kertas lampu-lampu padam, pagi pun datang tulisan-tulisan kembali terbaca bukan kamu bukan dia bukan aku tapi hanya udara sisa-sisa nafas kemarin yang setia yang sanggup mengeja dengan benar sayang, layang-layang tak berarti tanpa benang kita hanya kertas bukan pena dan ujung jalan hanya titik kecil ......... kepastian dd : madiun, Jun08

hanya ingin menjadi akhir

hanya ingin menjadi akhir mengetuk dan merambat perlahan menyelesaikan hitungan demi hitungan sejenak berhenti pada tikungan zaman malam tanpa warna sendiri menandai waktu pada ujung cahaya seonggok ruang kosong tanpa suara mengigil percumakan pencarian diam pucat menanti pergantian mengalir datar pada ritme sejajar meniti satu-satu tangga langit melepas segala kasat meraih ketiadaan sesekali nampak kalimat-kalimat panjang dialog tanya-jawab menunda sengketa-sengketa keberadaan yang selesai yang tak terselesaikan yang tak terpahami sesekali nampak padang kerontang kering ngelangut dan tiada tepi tanpa apa kosong sesekali nampak gunung-gunung hijau rerumput dan pohon rindang berjajar rapi berenbun dengan sepoi angin lembut menyejuk pancuran dengan sungai kecil jernih tik tak tik tak tik tak masih sejajar sang waktu masih mendaki tangga langit yang bertambah menanjak masih dalam hitungan satu-satu masih dalam ketiadaan malam berhenti pada tikungan zaman sang waktu sampai pada rumah perja

gerabah

gerabah lembab liat lentur asal mengawal mampat padat pejal menjadi coklat mentah merah matang hitam kekeliruan seutuh manfaat secuil ke tanah kembali gerabah gegabah usah sebab runcah hidup gerabah tabah tengadah seumur tafakur janji tertuju gerabah wadah bejana semesta dd : madiun, agust08

garuda garudag-garudug

garuda garudag-garudug baju seragam model PDL sepatu lars sol kasar mendemtam tanah emblem dan atribut-atribut merah menancap dada dan lengan gagah pak ogah pongah melintang jalan kamu ini borjuis kamu ini orde kemarin kamu ini rezim KKN kamu ini produk zalim aku ini anak zaman aku ini pewaris negeri aku ini kaum marginal aku ini sang pembela kamu ini pemakan haram kami ini pelurus benar kamu ini penikmat maksiat kami ini pengurus akhirat garudag-garudug garuda-garuda garuda-garuda garudag-garudug seekor garuda mengawang gamang memandang kasihan negeri ini dd : madiun, agust08 >>>63 tahun mendeka masih saja belum ‘melek’ kasihan !<<<

ereksi 30 hari

ereksi 30 hari kubuka kepala kupenggal leher kuamputasi tangan kubedah dada kulubangi perut kulepas kemaluan kupasung kaki kusetubuhi malam kucari 1000 bulan menunggu ejakulasi dd : madiun, agust08

epidemi molekuler

epidemi molekuler sendiri bukan hanya mimpi si bungsu memiliki permainan bukan untuk si kakak bukan untuk berbagi sendiri sendiri tinggal sejengkal dari mimpi si penyendiri teritori eksklusif satu ruang tertutup rapat tanpa jendela sendiri pagar-pagar berjajar melingkar membujur kotak-kotak diri batas jalan hal yang tak terjawab mesti bukan teka-teki hal yang tak tersentuh mesti bukan imaji hal yang tersembunyi mesti bukan leluka busuk hal yang terkoyak mesti bukan rajutan untuk apa sang seniman masih berkarya untuk apa sang guru masih setia di depan kelas untuk apa aku masih menulis surat ini sendiri ah, aku ingin pulang saja ke kampung dd : madiun, agust08

elegi prosesi pengapian

elegi prosesi pengapian (luh, entah berapa kali lagi setelah ini masih bisa mengingat tahun-tahun) kuyu memilu sayu bisu kurung raung menggulung dengung sapa canda tawa sirna sepi menyendiri sunyi (mimpikan kau dalam bade-mu) pucat melekat pekat sirna warna merona (bisakah kau melihat layon-mu) debar menggetar pendar luruh menyimpuh rengkuh (terasakah hangat bibirku di kening dinginmu) tunduk mereguk puruk lunglai membelai abai gontai merantai sampai (kau lihatkah aku di antara arak-arakan kerabat mengantarmu ke setra) gapai memburai semai kukus membungkus hangus jilat melumat padat lebur mengubur hancur (kau temanikah aku dalam palebon-mu) kukut nglangut moksa sukma lamur menabur balur lengang menegang kenang (sampai sebutir abu terhirup tersedak nafas pada prosesi penjemputan kembali : reinkarnasi) dd : Jul08 >>> aku takut jika harus kembali pasti tak akan pernah sama tolong .... sahajakan saja aku<<<

dodol konyol

dodol konyol kamu, yang berdiri di garis cakrawala dengan berani menantang angin pyuuuuuh kau ludahi mukamu dd : madiun, sept08

doa perawan tengah hari

doa perawan tengah hari ayolah perjakaku masuk saja jangan ragu jangan lupa tutup kembali pintu tutup pulalah jendela rapat-rapat sebab tabu bagi perawan kisah terbuka sebelum waktu kemarilah lelakiku lepas semua bajumu tunjukkan dada dan kelelakianmu biar terukur kemampuanmu karena perawan tak ingin lelaki bimbang dada tak bidang datanglah pejantanku baiknya ketika sore hari setelah semua selesai mandi ajak serta kerabatmu perawanmu akan ada di balik pintu menunggu panggilan ibu cepatlah kekasihku pinang aku perawanmu tak sabar lagi bahagiakanmu dd : mn, jul08

dermaga, sauh, dan perahu

dermaga, sauh, dan perahu hati adalah dermaga maka di sanalah akan selalu ada tiang tambat rindu tempat menautkan segenap rasa hati adalah sauh maka di dalamnya akan selalu ada pengendali agar langkah selalu kembali pada sang punya hati adalah perahu maka apapun akan selalu bertanya padanya sejauh apa perjalanan telah terlampaui hati adalah lautan agar kehidupan terus mengalir dengan beribu muara dan pulau-pulau akulah lautmu datang dan karamkan saja hatimu dd : denpasar, agust08

contra-poligandri

contra-poligandri di cermin di genangan air di tikungan jalan di bilik-bilik si katemin menjadi si katemi si jenny menjadi si john si jono menjadi si paidi si astuti menjadi di sulastri hanya bimasturbonani rasaku tetap monosentris dd : madiun, agust08

cinta segulung ombak

cinta segulung ombak langit memerah jingga, nama tertulis di pasir basah, hembus angin mengantar getar menjalar, tiada lelah, tiada henti, pasang dan surut, mencium, menjilat, membelai, merengkuh, melumat, sudikah bumi? denpasar, agust08

cangklong terakhir

cangklong terakhir nak, belikan bapak tembakau satu genggam saja cukup untuk teman malam ini cangklong telah lama mengerak rindu harum tembakau paru-paru telah lama kering asap hidup lama tak menyapa cepatlah, nak sebelum sore datang kerna mendung telah menghitam mungkin sebentar lagi hujan turun warung tembakau pun tutup selepas maghrib jadi cepatlah belikan bapak segenggam tembakau agar bapak tenang menghadapi malam cangklong telah terisi penuh tembakau di genggam kiri pemantik telah terisi minyak penuh di genggam kanan sebentar asap putih mengepul-ngepul mengawan membuka jalan terawang membacakan catatan keyakinan lelaki senja duduk tenang di dipan bambu bersandar tiang gubug sendiri menikmati perjalanan singkat menanti sang penjemput asap putih berjajar di pelataran memagar arah memberi jalan kereta kencana menuju istana penantian didampingi bidadari-bidadari diiringi gumaman pujian selamat jalan pemilik cangklong mn, agust08 [tulisan ini sebenarnya post untuk seorang teman, namun

budaya anjing

budaya anjing nguk nguk nguk ekor mengibas-ngibas tuan ku jilat guk guk guk taring meringis bukan tuan ku sikat anjing menjilat anjing menyikat tuan lengah ku sikat mesti anjing tak slalu berkaki empat ada tempat ada sempat habis terbabat anjing, loe madiun, agust08 [tulisan ini benarnya untuk post temen, tapi krn sudah tdk dibutuhkan lagi, maka dengan lapang dada di-post di halaman ini}

bob marley tribute

bob marley tribute kebodohan atau hanya putaran waktu saat ini kau di sini memenuhi rongga paru menebarkan surga-surga kecil pada gumpal asap meninggi dan terus mendaki meloncati putaran waktu genjreng dawai dan hentak rancak gendang rangsang angan memuncak nikmati mimpi ho ho ho kau gandeng aku menyusuri pesisir kau gendong aku mendaki gunung-gunung kau bimbing aku menyeberangi jalan kau ajari aku cara menikmati surga kau mabokkan aku dengan ciumanmu aku pun biarkan kau lepas bajuku kau peluk erat aku dalam dekap tubuhmu hingga hangat menjalari sendi-sendi ho ho ho dalam telanjang kauajak aku menari-nari menikmati setiap lekuk yang tercipta hingga reguk terakhir berkeringat om, kita bertemu kembali malam ini kita cipta musik bersama kita gerak tari bersama sampai kapan dd : madiun, agust08

balada kampung kaki

balada kampung kaki di negri ini ada satu kampung terletak di tengah-tengah kampung megah namanya kampung kaki kampung kaki berpenghuni sekitar 13 kk tiap kk saat ini terdiri dari 13 jiwa jadi total penduduk kampung kaki adalah 169 jiwa mata pencaharian semua penduduk adalah pengolah tanah tak satu pun di antara penduduknya pernah sekolah karena memang di situ tidak ada sekolah dan mereka pantang sekolah bayi-bayi kampung kaki yang baru lahir mengeluarkan aroma tanah yang kuat sekali dan bayi-bayi itu dilahirkan langsung jatuh ke tanah tak perlu dijungkir agar air ketuban keluar dari hidung dan mulut mereka bayi-bayi itu begitu jatuh ke tanah juga langsung mengendus-endus tanah insting seperti bayi-bayi kampung megah yang mengendus-endus tetek si bunda rakus bayi-bayi itu menjilati tanah menghirup dan memenuhi paru-paru mereka dengan debu-debu lembut tangan-tangan kecilnya mengusap-usap tanah melumuri seluruh muka dan tubuhnya dengan tanah di sore hari selepas dari kesibukan seharian p

abstraksi numerik

abstraksi numerik ½ tidaklah sempurna 1 adalah bulat 2 tidaklah bulat pasti akan berebut dominasi terpola dan sitematis memainkan angka-angka memainkan bilangan-bilangan mencoba berhitung dengan matematis benar 10 salah -10 tidak menjawab 0 memainkan garis-garis memainkan diagram-diagram mencoba memvisualkan resume di atas x = y berhasil di bawah x = y gagal sejajar x = 0 jaringan tubuh yang terdiri 0,1 % zat tanduk 9,9 % tanah dan 90 % air adalah numerik yang bisa diresume dengan angka dan garis yang bisa dipilah dan dikomparasi dengan statistik 2 3 4 5 6 dan seterusnya log sinus co-sinus dan seterusnya tangen co-tangen dan seterusnya dan seterusnya bulat bundar panjang segi trapesium silindris masih seterusnya amblas mati jiwa ruh bisa kau sebut apa nol kosong nihil jawab atau kau bagian dari deretan numerik-numerik positive g zero g negative g klimaks kulminasi muntah ....... hueks logika numerik terhambur sembarangan dinding lantai langit-langit kasur sofa meja-makan gereja vihara