Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2008

kutunggu kau di jeda hari

kutunggu kau di jeda hari kutahu kerlingmu lebih dari permainan mata karena sinarmu pancarkan kuasa memberi kesempatan siang dan malam bercumbu pada mimpiku ruang hampa antariksa adalah tempat terindah pada titik nol gerak langkahmu adalah langkahmu diammu adalah diammu kugandeng tanganmu kita menari dalam hitungan angka kubimbing gerak kakimu mengikuti irama grafitasi yang kita cipta kuisi jiwa dahagamu dengan renungan pendahulu kemarilah anak-anakku bacalah setiap sejarah buka bajumu bila perlu kutahu kehadiranmu adalah pertanda dan aku minta legamkan kulit anak-anakku membungkus jiwa setegar baja memburu genetika perkasa pada binar matamu kemarilah anak-anakku duduk di samping ibu dan ayahmu memandang kerling bintang-gemintang di langit yang kami tahu esok akan kau daki dd : mn 1208

bilah rindu itu tiadamu

bilah rindu itu tiadamu sesap mungil mulut tak sempat bertandang gunung ranum memandu rindu mengalir dari kepundan asih rentang bulan membilang angka gugurkan rintik gerimis rasa kesempurnaan hidup terputus setahun lalu sebutir nafas menyelimut setitik keringat menyatu tumbuhlah tunas harap pada keikhlasan janji mengisi penuh ruang baca pada pelataran berpagar perdu sahaja lihatlah hari kami berawan mendung berbaris doa-doa kami membimbingmu perlahan melintas dunia kami yang tak sempat kau kenali lihatlah kami tuliskan rindu di bilah-bilah tiadamu menanda ananda di sini di hati kami dd: mn 1208

emansipasi dungu

emansipasi dungu siapa menuntut suara ribut-ribut selaras nyanyi perkutut membuahi martabat dari lubang kunci siapa ribut-ribut perempuan tanpa kutang disetubuhi di gedung dewan siapa sang pemimpin anak-anak memenuhi jalanan pulang tanpa hidangan di meja makan siapa menuntut quota dan kesempatan setara pulang kau tanya siapa kepala tumah-tangga? dd: madiun 1208

lintas bumi jumpa matahari

lintas bumi jumpa matahari tunggulah rembulan setelah jetleg-ku mereda bungah candaku milikmu jangan dulu redupkan sinarmu sebentar saja beri aku jeda dd: …1208

batu diam

batu diam ketika malam tak henti menggembala gemintang menunggangi bulan paro menggiring embun-embun agar segera menggumpal menjadi titik hujan: aku ada di garis diammu (kemudian hujan pun turun pagi hari dalam kesederhanaan bahasa) masihkah sapamu menghampiri halaman bukuku bila aku ada di antara air hujan yang membasahi jalanmu atau diammu membatu dd: mn 1208

doa malam lelaki penjaga makam

doa malam lelaki penjaga makam kau lihat aku lelah menjaga malam dan harus bersaksi atas sekian kepulangan aku rindu undanganmu dd: solo 1208

randu

randu gugur daun bunga menyapa bukan malam melarik cahaya hanya sebuah pemampatan rasa kepada langit yang tak pasti bila musim kemarau tiba bunga-bungamu hiasi hari mesti aku tahu pasti : bukan untukku randu pastikan kapas kau tebar di akhir musim agar pembaringan panjang menjadi tempat menyenangkan randu… tak akan pernah selesai membaca rindu dd : mn 1208

membunuhmu cara terbaik menyelamatkanmu

membunuhmu cara terbaik menyelamatkanmu pada sebuah ruang putih pada angin yang tak gerak pada waktu yang terhenti: maaf, bapak! harus ada pilihan, sebelum semuanya menjadi ruang kosong! pada sebuah buku pada sebuah lembar yang harus tanggal pada sebuah mimpi yang terjaga: aku memilih membunuhmu agar lembarmu tetap putih dan kelak membungkus jasad ibu pada detak yang diam pada jarak yang tak tercapai pada langkah yang terhenti: aku menghantarmu anakku sebelum teriak pertamamu dd: solo 1208

setelah kau pergi

setelah kau pergi baik, mari kita tunggu sang waktu yang selalu engkau banggakan pada bait-bait nafas kita sementara masih aku berdoa (dan mungkin ketika waktu mendapatkan jawabannya kita telah tak saling mengenal) dd: mn 1208

sebelum kau pergi

sebelum kau pergi tak ingin aku membelit kata aku hanya ingin mengungkap rasa agar kau paham tak akan aku sembunyi makna aku hanya ingin engkau dengar agar kau paham sebelum engkau bersolek dan pergi merenangi duniamu dd : mn 1208

ambang dimensi

ambang dimensi lilin-lilin mulai dinyalakan altar penuh sesaji setumpuk kayu dan seraut wajah di tengah lingkaran perlahan asap dupa meninggi pasti harumnya membuka pintu penyerahan : sebentar lagi prosesi akan dimulai jiwa itu hanya menunduk terdiam dalam gumam mantra rasa hatinya telah renangi tujuh samudera merangkai serpih sisa bayang jiwa itu hanya terdiam lelah berbalut wewangi dupa segores luka pada sebuah cawan cinta yang tak selesai tereguk ketika bunga-bunga mekar menebar benang sari jiwa itu terdiam suara-suara tak terdengar pada puncak stasi angannya tak mampu lagi menembus kulit jiwa itu hanya diam menunggu kelahiran kembali pada prosesi yang akan dimulai : sebuah pengapian kemudian nenar jiwa menatap benderang dan kekasihnya benar-benar pergi dd : mn 1208

urban

urban jalan terbius warna semu senja seorang perempuan menenteng sekaleng gamang di pinggangnya luka seukuran telapak menganga hadiah dari sang batu yang harus naik ke pinggir jalan masih berjalan ditopang semangat yang tinggal segenggam menanya setiap lalang tentang anak lelakinya yang pergi musim kemarin setelah menjual sepetak sawah dan dua ekor kambing ‘emak, aku berangkat subuh nanti!’ emak-anak pun terbuai mimpi masing-masing tolong, tuan aku hanya ingin pulang mesti hanya tinggal gubug tua dan tanah makam setubuh kaku dengan tattoo sepenuh badan menyambut dingin di dipan usang tiga lubang menggenang darah di dada perempuan itu tak lagi keluar air mata kaku tepat di tengah pintu anak semata tiada mulut-mulut itu terkunci dengan hati dan pikiran tak tentu menyiapkan dua lubang di samping sang pendahulu selesailah cerita dua generasi : pupus dd: mn 1208