hanya ingin menjadi akhir

hanya ingin menjadi akhir


mengetuk dan merambat perlahan
menyelesaikan hitungan demi hitungan
sejenak berhenti pada tikungan zaman
malam tanpa warna sendiri menandai waktu
pada ujung cahaya
seonggok ruang kosong tanpa suara
mengigil
percumakan pencarian diam
pucat menanti pergantian

mengalir datar pada ritme sejajar
meniti satu-satu tangga langit
melepas segala kasat
meraih ketiadaan
sesekali nampak kalimat-kalimat panjang
dialog tanya-jawab
menunda sengketa-sengketa keberadaan
yang selesai yang tak terselesaikan
yang tak terpahami
sesekali nampak padang kerontang
kering ngelangut dan tiada tepi
tanpa apa
kosong
sesekali nampak gunung-gunung hijau
rerumput dan pohon rindang berjajar rapi
berenbun dengan sepoi angin lembut menyejuk
pancuran dengan sungai kecil jernih
tik tak tik tak tik tak
masih sejajar
sang waktu masih mendaki tangga langit yang bertambah menanjak
masih dalam hitungan satu-satu
masih dalam ketiadaan

malam berhenti pada tikungan zaman
sang waktu sampai pada rumah perjamuan
hidangan makanan dan minuman meruah
memenuhi meja dan pelataran
sang waktu hanya diam
karena memang tak ada rasa lapar dan haus sepanjang perjalanan
hingga tak ada satu pun hidangan mengusik
sang waktu hanya gelisah
menanti sendirian pergantian
pada tikungan zaman
gelisah menunggu pergantian
pada tangga langit yang kian menanjak
sang waktu hanya diam

malam merambah kembali pendakian
satu demi satu tanjakan
tikungan demi tikungan
dataran
sang waktu masih gelisah
menanti pergantian pada ujung cahaya
akhir ada dan tiada

dd : mn, agst08

>>>berhenti pada putaran waktu
menyusun abjad-abjad menjadi kalimat
uraikan hakekat untuk ma’rifat<<<

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kuraih ruh-ku

balada kampung kaki